Rabu, 13 Juni 2018

Sekali Saja

Sekali Saja

Embun pagi saat itu membasahi bulu mataku
Aku baru tersadar bahwa hari ini berada di puncak gunung
Tangan gemetar tiada tara
 Bayangan memudar
Ketika ku mengenangnya
Ku pejam kan mata seakan ini tak nyata
Hai sosok yang membuatku setengah gila
Kali ini kau selalu kerap berada dipikiran

Sadarkah kau syaraf ini bertaut pada rautmu
Aku tak percaya ini imajinasi semu
Salah percaya terhadap ingin hati semauku
Percayalah ini semakin membuatku ragu

Tuhan putar waktu yang ada
Untuk dapat menyapa hangat senyumnya
Tak mungkin melakukan kesalahan yang sama
Tangan ini tak bisa menggenggamnya
Ada ruji ruji penjara yang memisahkan

Seandainya ada kesempatan lain
Ingin ku memintanya lagi
Agar ku bisa melihat bola mata itu tiap pagi

Biarkan langkah ini mengiringinya
Kehidupan sekarang tak mungkin menggapainya
Berilah sekali saja
Agar ku bisa menggenggamnya erat.

Selasa, 29 Mei 2018

PULANGKU (Mini Cerbung)

PULANGKU


Babak Akhir (Sudahi)

Mataku terbelalak kaget apa yang diucapkannya barusan, penjagaan apa yang dimaksud Mas Ali? Pikiriku dia bukan satpam. Dengan wajah penuh tanya ku tanyakan apa arti dari pengucapannya barusan.
“Penjagaan seperti apa mas?”
“Ya menjaga kamu dari apapun, sudah ya mas mau ke ruangan dulu nanti mas kabari”
Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar kantin. Memang aneh manusia satu itu, tingkahnya selalu saja tersirat.
Penjagaan ini kah yang dimaksudnya? Setiap hari kami mengirim pesan tak hanya kabar yang kita tulis namun candaan serta janjian untuk sekedar makan atau bertemu di perpustakaan kampus. Kedekatan yang tengah kami jalin sudah terdengar sampai teman-temanku, setiap Dia masuk kelasku pastilah teman-teman menyoraki Kami. Aku cukup terganggu apalagi Pak Ridwan mulai risih dengan  sikap teman - teman.
“Sebenarnya status kalian apa sih?” Tanya Lina 
“Kita teman kok” Jawabku tegas
“Tapi ini berlebihan Sari, kamu tak mau tanya tentang status ke Pak Ali”
“Aku tak pernah berpikir sampai situ”
Ada benarnya juga si comel, ini cukup egois tentang status. Memang banyak yang bilang cewek itu butuh kejelasan namun aku juga tak seberani itu untuk menanyakan ke Mas Ali. Setiap waktunya aku semakin posesif dengan gerak gerik Mas Ali, Aku takut kehilang Dia, ya Aku takut. Aku sudah terlalu berada di titik kenyamanan ini dan aku yakin Dia tak akan merusak kebahagiaan yang kita rasakan sekarang. Begitu aku percayanya dengan Mas Ali bahwa Dia akan menjagaku dengan kondisi apapun yang akan terjadi.
Hari ini tepat tanggal hari kelahiran Mas Ali, Aku diundang Mas Ali untuk makan malam ke rumahnya. Mas Ali memang bukan tipe orang yang suka jalan di luar, Dia lebih suka menghabiskan waktunya di rumah dan kampus. Betapa groginya Aku malam ini, mungkin setelah melewati malam ini Aku akan tahu status Kami, optimisku mengudara.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, Mas Ali ternyata yang ada di depan pintu Aku lihat dari jendela dekat pintu. Ku buka pintu Mas Ali terlihat rapi tak seperti biasanya, wangi parfumnya juga beda.
“Sudah siap?” Tanya Mas Ali
“Sudah mas, Aku juga sudah ijin sama orang rumah kok” Jawabku senang
Aku harap segala pengharapanku tak hanya  seperti asap yang mengudara tanpa bekas. Dengan laju yang cukup cepat Mas Ali mengendari motor matic nya itu. Sesampai di rumahnya Mas Ali, Aku disambut hangat oleh keluarganya terlebih oleh Bunda Mas Ali. Saat acara makan malam hanya candaan dan obrolan sederhana yang kami lakukan. Sesekali keluarga Mas Ali bertanya tentang kuliahku dan aktivitas Mas Ali di kampus seperti apa. Mas Ali memang anak sulung dari tiga bersaudara, adik-adiknya cowok semua. Setelah makan malam usai, Kami duduk santai di taman samping rumah Mas Ali.
“Bagaimana tadi dengan makan malamnya” Tany Mas Ali
“Seru mas keluargamu” Jawabku antusias
“Ya begitulah makanya aku betah di rumah”
“Tanyakan atau tidak ya” Batinku
“Aku antar pulang yuk nanti keburu keamalaman” 
Yah batal lagi, Aku harus mengurungkan niat ku untuk menanyakan kejelasan status Kami. Mungkin malam ini belum ada kesempatan namun lain kali harus ada.
Semakin Aku menunda tentang kejelasan status antara Kita berdua, rasa nyaman itu menjadi-jadi. Aku memang tolol dan bodoh membiarkan rasa ini bertumbuh semakin liar. Entah ini kebetulan atau memang garis Tuhan setiap Aku ingin menanyakan hal ini pasti tertunda dengan banyak kejadi yang di luar rencanaku.
“Kamu belum bilang juga?” Tanya Lina
“Belum, keadaan yang tak mendukungku”
“Kau saja yang tak bisa tegas untuk memilih”
Aku hanya terdiam, mungkin benar kata si comel kalau aku tak bisa tegas dengan perasaanku sendiri. Aku cuma takut tak bisa menerima kenyataan kalau yang ku alami sekarang hanyalah setengah hati. Ya aku memang tak mau kehilangan Mas Ali, Aku sudah dibuat nyaman dengan kebodohan yang ku perbuat sendiri. Aku hanya berharap semoga Mas Ali mampu sadari perasaan apa yang menampar Aku sejauh ini.
Pukul 17.00 saat itu Aku menunggu Mas Ali di cafe dekat kampus, sore inu aku harus tegas pada perasaan ini. Aku tak mau tepenjara dalam kebodohan terlalu dalam, ku hela nafas panjang saat Mas Ali menghampiri mejaku. Senyumnya bagai bunga di musim semi, indah tapi Aku takut memetiknya.
“Ada apa Sari? Tumben nongkrong sore hari” Tanya Mas Ali sambil membolak balik buku menu
“Mas pesan dulu saja” Jawabku menghela nafas
“Baiklah sepertinya ini sangat penting”
“Mas, Aku ingin menyudahi ini semua”
“Kenapa? Apa aku mengganggumu” tanya Mas Ali tak paham dengan apa yang aku ucapkan
“Bukan Mas, Aku tak nyaman dengan apa yang terjadi diantara kita” Aku meninggalkan Mas Ali dengan secarik kertas yang sudah ku tulis dari semalam.

Mas Ali maaf kalau aku menyukai mas, tapi aku terlalu bodoh karena aku terlalu tenggelam dalam rasa yang ku buat sendiri. Aku egois mas menyimpulkan semuanya hingga aku berasumsi kalau mas juga memiliki rasa yang sama denganku. Terimaksih mas telah memberiku sedikit pengharapan yang buat ku tersiksa. Lebih baik aku pergi dan mengulang lagi bahwa aku hanya mahsiswamu bukan teman dekatmu” isi dari kertas itu. Ali hanya terdiam pilu dan meremas kertas tersebut.

Berada di keberadaan yang tak menjadi Pulangku itu melelahkan.

Selesai.

Sabtu, 26 Mei 2018

PULANGKU (Mini Cerbung)

PULANGKU


Babak 5 (Penjagaan)


Angin berhembus lembut membelai rambut ku, dinginnya mengajakku beranjak dari kasurku. Pukul 05.00 ku lihat jam dinding, mata berat untuk membuka tulang tulang seakan retak saat digerakkan. Sudah hampir dua minggu kami menjalankan proyek di Kampung Durian, banyak ilmu yang kami dapatkan secara teori maupun lapangan. Selebihnya ini semua berkat Mas Ali dengan sabarnya dia memberi arahan kepada kami. Setelah kejadian sapaan pertama kalinya malam itu kami berdua sering terlibat percakapan hangat dan dibilang kita cukup akrab layaknya teman seangkatan. Beruntungnya teman-teman yang lain tak curiga dengan kedekatan kami, agak kikuk juga saat bercanda dengannya disaat kondisi diskusi dengan tim kami. Mungkin yang paham dengan situasi ini hanya si comel, dia hanya senyum-senyum tersirat saat aku dan Mas Ali terpaut canda.
Hari ini, hari terakhir kami mengabdi di Kampung Durian ada rasa senang tapi ada duka nya juga, bagimana tak sedih lingkungan dan masyarakatnya saling rukun dan tolong menolong. Sangatlah jarang dapat ku temui di kota bahkan tempat tinggalku. Memang projek yang kita kerjakan belum selesai namun rancangan peninjauan lokasi yang kami rencanakan sudah selesai.
“Dua minggu yang kita sudah kerjakan semoga dapat bermanfaat buat kita semua” Tegas Ali
“Terimakasih pak sudah sabar mendampingi kami, kami masih banyak kurangnya”Jawabku
“Namanya juga belajar masa mau bener terus” Canda Ali 
“Jangan ngerasa salah kalau benar tuh” Tambah Lina
Seketika suasana mencair, bagai tak ada sekat antara Aku dan Mas Ali. Bukannya aku berharap lebih dengannya namun ini terbilang tak wajar. Kalau berteman seharusnya tak seperti ini, Aku tak boleh kebawa perasaanku mungkin ini bisa juga sesaat.
Tepat Pukul 13.00 kami berpamitan dengan pihak kelurahan dan masyarakat yang berkaitan dengan projek kami. Tak banyak yang dapat kami lakukan untung kampung ini, kami hanya memberikan ilmu yang seadanya selebihnya Mas Ali lah yang menyempurnakannya. 
“Terimakasih mas, kami berhutang padamu” batinku
Rutinitas pagiku kembali seperti biasa, sebelum sarapan ku santap dulu koran pagi langgananku. Aku tau sekarang jaman modern dapat baca berita online di ponsel pintarku tapi aku lebih suka dengan koran kertas yang sudah tren di jamannya. Boleh mengikuti jaman namun jangan menghapus tradisi yang pernah tersajikan. Hari ini terpaksa harus masak sendiri karena orang tua lagi ke rumah saudara yang lagi ada acara sunatan, aku malas saja ikut acara seperti itu apalagi perjalanan 8 jam harus ditempuh ditambah lagi hari ini ada presentasi hasil peninjauan lokasi. Agar tak repot ku panggang roti saja dan mengoleskan selai kacang diatasnya, sederhana tapi aku suka, seperti kamu.
“Sudah kelar bahan buat presentasinya?” Tanya Lina
“Sudah sih cuma beberapa aku ganti biar menyentil telinga teman-teman” jawabku
“Bisa aja, hari ini yang datang sepertinya Pak Ridwan saja. Sepertinya Pak Ali sakit” bisiknya
“Benarkah?” Tanyaku penasaran
Memang sejak hari itu kami tak memberi kabar satu sama lain melewati pesan singkat, malu kalau harus aku dlu yang memulainya, biarlah Mas Ali yang memulai percakapan dulu Aku wanita sebaiknya menunggu saja. Namun apa yang dikatakan Lina barusan membuatku terdorong untuk mengirim pesan ke Mas Ali. Khawatir saja dengan kondisinya sekarang, takut dia kelelahan saat kegiatan peninjauan lokasi oleh tim kami. Baru saja aku berniat untuk mengirim pesan ke Mas Ali , derap suara kaki memasuki kelas kami. Ternyata sosok dua pria yang tak asing lagi di mataku mengisi dan mengucap salam di kelas. Syukurlah ternyata Mas Ali sehat-sehat saja, ah lagi-lagi aku dikerjain sama si comel. Ku cubit saja dia untung saja bangkunya tak jauh dari bangkuku, dia hanya meringis menahan kesakitan dan berusahan meminta damai terhadapku.
Presentasi kelompok kami berjalan dengan lancar bahkan Pak Ridwan puas dengan kinerja kami, ada kepuasan juga dari sudut mata Mas Ali terhadap tim kami. Selepas kuliah aku dan si comel bergegas ke kantin agar kebagian tempat duduk.
“Sudah lapar aku, tadi pagi cuma sarapan roti” keluhku
“Kasian bener dah anak terlantar ini” jawab Lina yang masih membolak balik buku menu
“Boleh gabung?” Tanya Mas Ali yang kedatangannya mengejutkan Kami
“Boleh kok Pak” Jawab Lina antusias
Aku hanya tersenyum dan mengangguk kecil saat Mas Ali duduk disampingku, sedangkan Lina pergi ke lapak makanan untuk memesan batagor favoritnya. Ada rasa gugup dan deg-degan tak terbatas saat didekat Mas Ali, baru saja Aku mau memulai pembicaraan tapi Mas Ali mendahuluiku.
“Kalian tadi hebat bisa bikin teman-teman yang lain terinspirasi” Kagum Ali
“Ini semua juga berkat Mas, oh ya mas aku kira tadi mas sakit” Khawatirku
“Terimakasih ya sudah khawatir, kali ini beri aku kesempatan untuk menjagamu” Katanya serius
“Menjaga seperti apa?” Tanyaku heran.

Bersambung.

Rabu, 23 Mei 2018

Pulangku (Mini Cerbung)

PULANGKU


Babak 4 (Bersua)


Hari ini kami memulai peninjauan lokasi proyek, selama dua minggu kami tinggal di rumah Pak Lurah karena tidak memungkinkan pulang pergi dari rumah ke lokasi sehingga kami tinggal di kampung durian. Setelah acara pembukaan dan perkenalan di kantor kelurahan kami bergegas di lokasi proyek dengan skema yang sudah kami buat. Dengan cekatan Pak Ali menjelaskan tahap per tahap rencana yang kami buat ke pihak kelurahan. Ada sinar kepuasan dari pihak kelurahan terhadap rencana yang kami buat.
“Kalau dilihat-lihat dia cukup cerdas dan tampan”batinku
“Kok aku memujinya, ini aneh”
Malam ini angin menusuk tulang rusukku suara jangkrik dan katak saling bersautan mengiringi setiap detiknya. Suasana di kampung memang beda dengan suasana di kota, yang ada hanyalah damai dan saling gotong royong antar tentangga.
“Duduk sendirian saja” Sapa Ali
“Duh kenapa juga dia nyamperin”Batinku
Aku jawab saja sapaan dadakannya itu, cukup lama kami berbincang dari masalah kuliah sampai projek yang kami kerjakan. Cukup aneh, kenapa dia tidak berbicara tentang sapaannya di ponsel ku saat itu. Jangan-jangan yang kirim pesan bukan dia, ah ini kacau, siapa pula yang sedang mengerjaiku? Kurang kerjaan juga. Hardik ku saat itu.
“Oh iya aku minta maaf ya” ucapnya
“Maaf apa ya pak?” Sela ku
“Beberapa waktu yang lalu aku mengirim pesan terhadapmu” Tegasnya
Jelas-jelas aku kaget, rasanya bibirku kelu untuk menjawab pernyataannya yang sudah dilontarkannya secara mendadak. Aku kira kemarin hanya orang iseng yang mengerjaiku dengan mengatasnamakan Pak Ali. Lalu, sekarang dia mengakuinya. Baiklah ini nyata.
“Iya pak tidak apa-apa,tapi ada perlu apa ya pak?”tanyaku
Dia menjelaskan apa alasannya dibalik mengirim pesan sapaan terhadapku, aku cukup siap untuk mendengarkan apa yang dia ucap. Ternyata dibalik diamnya selama ini dia mencoba untuk menghubungiku lewat si comel, karena Lina tak ingin ikut campur urusan pribadi orang lain maka dia yang memberikan nomor ponselku. Agar Pak Ali yang berusaha sendiri untuk menyapa dan mengenalku.
“Lantas kenapa ingin mengenalku Pak” tanyaku penasaran
“Aku tertarik apa yang kamu tulis di web jurusan” Jawabnya santai
Syukurlah dia hanya tertari tentang topik penelitianku saja. Aku pikir ini kabar baik, mungkin saja kita satu peminatan sehingga aku bisa belajar banyak dengan dia. 
“Saya masih belajar pak, siapa tahu bapak mau mengajari saya”candaku
“Panggil saja mas, saya kira umur kita hanya terpaut 2 tahun” jelasnya
Mungkin agak kikuk saat aku memanggilnya mas, karena jelas-jelas dia adalah asisten dosenku. Tapi , tak apalah jika itu permintaanya. Sepanjang malam kami mengobrol, hangat dan mencair setiap obrolan yang kami ucapkan. Dia cukup menarik. Tapi tetap saja ini aneh.
Hari kedua di kampung durian kami memulai penyelidikan projek tahap pertama, kami membagi tugas agar tujuan dapat tercapai. Pak Ridwan tak kunjung datang sampai 1 jam jadi Mas Ali lah yang mendampingi tim kami setiap prosesnya. Tak ada kata menggurui yang hany adalaha saling berbagi, kita dibiarkan berkembang sendiri jika ada kesalahan Mas Ali tak buru-buru menyalahkan namun dia mendengarkan alasan yang kami perbuat.
“Dewasa” Batinku
“Aku lihat kalian mulai akrab” Bisik Lina
“Perasaanmu saja” Jawabku ketawa
Aku tidak ingin hal ini diketahui oleh temanku yang lain, nanti mereka bisa berpikiran kalau aku tidak profesional. Bukankah seharusnya kita ada batas? Ya batas antara mahasiswa dan asisten dosen. Biarlah seperti ini lagian aku hanya menganggapnya dia seorang guru pendamping penelitian. Aku harus banyak belajar dari dia, hanya belajar. Bukan yang lain.

Bersambung.


Senin, 21 Mei 2018

Pulangku (Mini Cerbung)

PULANGKU


Babak 3 (Tim)

 Siapa yang menyangka manusia aneh itu asisten dosenku mata kuliah penyelidikan lokasi.  Memang aneh tapi inilah hidup, tak ada yang dapat diprediksi untuk ke depannya. Sepertinya besok harus bersikap biasa saja seolah tidak tahu identitasnya. Ya besok harus bertatap muka dengan Pak Ridwan kembali atau dengan asistennya itu, baiklah drama dimulai.
Seharusnya jantung ini detaknya santai saja tapi kenapa seperti maraton tak karuan. Sepertinya si comel memperhatikan keadaanku yang tak jelas ini, dicubitnya bahuku dengan refleks ku menjerit kesakitan.
"Hahaha, kenapa gelisah gitu?santai aja " Ledek Lina 
Aku hanya menggerutu tak jelas, memang benar apa yang dikatan si comel keadaanku memang lagi gelisah tak jelas. Suara derap sepatu memasuki kelas kami, beruntunglah hari ini Pak Ridwan hanya sendirian aku lihat tidak ada tanda-tanda dari asistennya yang aneh itu.
"Baiklah seperti yang bapak bilang pada 2 minggu yang lalu, proposal yang menarik akan dapat pembinaan lokasi proyek dengan saya" Kata Pak Ridwan sambil membaca proposal yang dipegangnya
Dua minggu yang lalu kami mendapatkan tugas proposal penggarapan proyek di kampung-kampung dekat kampus kami. Bagi yang layak untuk dikerjakan dan menarik akan dibimbing langsung oleh Pak Ridwan. Ternyata kelompokku lah yang terpilih dibina oleh Pak Ridwan, aku satu kelompok dengan si comel dan dua temanku lagi yaitu si Bian dan Deni. Kampung yang kami ambil cukup jauh dari kampus, memang kami memilih kampung yang masih kurang berkembang dari segi fasilitas umum. Mulai besok kami diminta untuk berkumpul untuk pembinaan perdana di lokasi proyek. Pengalaman baru buat kami, semester 6 memang banyak tantangan baru jadi mau tidak mau harus siap dengan tantangan yang ada.
"Kenapa juga kita yang terpilih" Gerutu si comel
"Haha kenapa ngeluh?" Tanya Deni
"Biasa Den dia malas tinggal disana dalam waktu 2 minggu" Jawabku bercanda
Lina memang belum terbiasa dengan kegiatan di kampung yang pasti serba gotong royong dan menjunjung nilai sosial yang cukup tinggi. Maklumlah dia memang tinggal di kota besar sejak kecil dan sering berpindah tempat tinggal demi ikut Ayah nya bertugas.
Keesokan harinya kami sudah menunggu di ruang pertemuan jurusan, beberapa persiapan sudah kami siapkan dalam waktu semalam. Tepat jam 10.00 Pak Ridwan memasuki ruangan, dan benar dugaanku beliau bersama asisten anehnya itu, awalnya aku antusias tapi sekarang berubah gugup.
"Kenapa manusia itu ikut ?" Batinku kesal.
Setelah Pak Ridwan membuka pertemuaan saat ini, beliau memperkenalkan asisten barunya. Benar, dia bernama Pak Ali  jadi si comel tidak lagi mengerjaiku. Ternyata Pak Ali sudah lulus setahun yang lalu sekarang menjadi asisten dosen dan melanjutkan kuliahnya di kampus kami. Cukup cerdas.
"Mungkin selama disana Pak Ali juga akan ikut dampingin kalian" Instruksi Pak Ridwan
Dyaarrr! bak disambar petir di pagi hari, nggak salah nih selama dua minggu harus bertatap muka dengan manusia aneh ini. Rasanya aku ingin mundur saja, tapi tidak mungkin aku egois hanya demi urusan pribadi seperti ini. 
"Jodoh nggak kemana ya" Bisik Lina
Semakin berjaya nih si comel meledekku, jangan sampai temanku yang lain tahu tentang hal ini. Karena bagiku ini sangat aneh dan aneh, tapi Aku lihat Pak Ali biasa saja tak seperti mengenalku bahkan senyumnya dingin.
 "Benarkah dia yang menhubungiku?" Batinku penasaran.

Bersambung.