Sabtu, 26 Mei 2018

PULANGKU (Mini Cerbung)

PULANGKU


Babak 5 (Penjagaan)


Angin berhembus lembut membelai rambut ku, dinginnya mengajakku beranjak dari kasurku. Pukul 05.00 ku lihat jam dinding, mata berat untuk membuka tulang tulang seakan retak saat digerakkan. Sudah hampir dua minggu kami menjalankan proyek di Kampung Durian, banyak ilmu yang kami dapatkan secara teori maupun lapangan. Selebihnya ini semua berkat Mas Ali dengan sabarnya dia memberi arahan kepada kami. Setelah kejadian sapaan pertama kalinya malam itu kami berdua sering terlibat percakapan hangat dan dibilang kita cukup akrab layaknya teman seangkatan. Beruntungnya teman-teman yang lain tak curiga dengan kedekatan kami, agak kikuk juga saat bercanda dengannya disaat kondisi diskusi dengan tim kami. Mungkin yang paham dengan situasi ini hanya si comel, dia hanya senyum-senyum tersirat saat aku dan Mas Ali terpaut canda.
Hari ini, hari terakhir kami mengabdi di Kampung Durian ada rasa senang tapi ada duka nya juga, bagimana tak sedih lingkungan dan masyarakatnya saling rukun dan tolong menolong. Sangatlah jarang dapat ku temui di kota bahkan tempat tinggalku. Memang projek yang kita kerjakan belum selesai namun rancangan peninjauan lokasi yang kami rencanakan sudah selesai.
“Dua minggu yang kita sudah kerjakan semoga dapat bermanfaat buat kita semua” Tegas Ali
“Terimakasih pak sudah sabar mendampingi kami, kami masih banyak kurangnya”Jawabku
“Namanya juga belajar masa mau bener terus” Canda Ali 
“Jangan ngerasa salah kalau benar tuh” Tambah Lina
Seketika suasana mencair, bagai tak ada sekat antara Aku dan Mas Ali. Bukannya aku berharap lebih dengannya namun ini terbilang tak wajar. Kalau berteman seharusnya tak seperti ini, Aku tak boleh kebawa perasaanku mungkin ini bisa juga sesaat.
Tepat Pukul 13.00 kami berpamitan dengan pihak kelurahan dan masyarakat yang berkaitan dengan projek kami. Tak banyak yang dapat kami lakukan untung kampung ini, kami hanya memberikan ilmu yang seadanya selebihnya Mas Ali lah yang menyempurnakannya. 
“Terimakasih mas, kami berhutang padamu” batinku
Rutinitas pagiku kembali seperti biasa, sebelum sarapan ku santap dulu koran pagi langgananku. Aku tau sekarang jaman modern dapat baca berita online di ponsel pintarku tapi aku lebih suka dengan koran kertas yang sudah tren di jamannya. Boleh mengikuti jaman namun jangan menghapus tradisi yang pernah tersajikan. Hari ini terpaksa harus masak sendiri karena orang tua lagi ke rumah saudara yang lagi ada acara sunatan, aku malas saja ikut acara seperti itu apalagi perjalanan 8 jam harus ditempuh ditambah lagi hari ini ada presentasi hasil peninjauan lokasi. Agar tak repot ku panggang roti saja dan mengoleskan selai kacang diatasnya, sederhana tapi aku suka, seperti kamu.
“Sudah kelar bahan buat presentasinya?” Tanya Lina
“Sudah sih cuma beberapa aku ganti biar menyentil telinga teman-teman” jawabku
“Bisa aja, hari ini yang datang sepertinya Pak Ridwan saja. Sepertinya Pak Ali sakit” bisiknya
“Benarkah?” Tanyaku penasaran
Memang sejak hari itu kami tak memberi kabar satu sama lain melewati pesan singkat, malu kalau harus aku dlu yang memulainya, biarlah Mas Ali yang memulai percakapan dulu Aku wanita sebaiknya menunggu saja. Namun apa yang dikatakan Lina barusan membuatku terdorong untuk mengirim pesan ke Mas Ali. Khawatir saja dengan kondisinya sekarang, takut dia kelelahan saat kegiatan peninjauan lokasi oleh tim kami. Baru saja aku berniat untuk mengirim pesan ke Mas Ali , derap suara kaki memasuki kelas kami. Ternyata sosok dua pria yang tak asing lagi di mataku mengisi dan mengucap salam di kelas. Syukurlah ternyata Mas Ali sehat-sehat saja, ah lagi-lagi aku dikerjain sama si comel. Ku cubit saja dia untung saja bangkunya tak jauh dari bangkuku, dia hanya meringis menahan kesakitan dan berusahan meminta damai terhadapku.
Presentasi kelompok kami berjalan dengan lancar bahkan Pak Ridwan puas dengan kinerja kami, ada kepuasan juga dari sudut mata Mas Ali terhadap tim kami. Selepas kuliah aku dan si comel bergegas ke kantin agar kebagian tempat duduk.
“Sudah lapar aku, tadi pagi cuma sarapan roti” keluhku
“Kasian bener dah anak terlantar ini” jawab Lina yang masih membolak balik buku menu
“Boleh gabung?” Tanya Mas Ali yang kedatangannya mengejutkan Kami
“Boleh kok Pak” Jawab Lina antusias
Aku hanya tersenyum dan mengangguk kecil saat Mas Ali duduk disampingku, sedangkan Lina pergi ke lapak makanan untuk memesan batagor favoritnya. Ada rasa gugup dan deg-degan tak terbatas saat didekat Mas Ali, baru saja Aku mau memulai pembicaraan tapi Mas Ali mendahuluiku.
“Kalian tadi hebat bisa bikin teman-teman yang lain terinspirasi” Kagum Ali
“Ini semua juga berkat Mas, oh ya mas aku kira tadi mas sakit” Khawatirku
“Terimakasih ya sudah khawatir, kali ini beri aku kesempatan untuk menjagamu” Katanya serius
“Menjaga seperti apa?” Tanyaku heran.

Bersambung.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar