Selasa, 29 Mei 2018

PULANGKU (Mini Cerbung)

PULANGKU


Babak Akhir (Sudahi)

Mataku terbelalak kaget apa yang diucapkannya barusan, penjagaan apa yang dimaksud Mas Ali? Pikiriku dia bukan satpam. Dengan wajah penuh tanya ku tanyakan apa arti dari pengucapannya barusan.
“Penjagaan seperti apa mas?”
“Ya menjaga kamu dari apapun, sudah ya mas mau ke ruangan dulu nanti mas kabari”
Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar kantin. Memang aneh manusia satu itu, tingkahnya selalu saja tersirat.
Penjagaan ini kah yang dimaksudnya? Setiap hari kami mengirim pesan tak hanya kabar yang kita tulis namun candaan serta janjian untuk sekedar makan atau bertemu di perpustakaan kampus. Kedekatan yang tengah kami jalin sudah terdengar sampai teman-temanku, setiap Dia masuk kelasku pastilah teman-teman menyoraki Kami. Aku cukup terganggu apalagi Pak Ridwan mulai risih dengan  sikap teman - teman.
“Sebenarnya status kalian apa sih?” Tanya Lina 
“Kita teman kok” Jawabku tegas
“Tapi ini berlebihan Sari, kamu tak mau tanya tentang status ke Pak Ali”
“Aku tak pernah berpikir sampai situ”
Ada benarnya juga si comel, ini cukup egois tentang status. Memang banyak yang bilang cewek itu butuh kejelasan namun aku juga tak seberani itu untuk menanyakan ke Mas Ali. Setiap waktunya aku semakin posesif dengan gerak gerik Mas Ali, Aku takut kehilang Dia, ya Aku takut. Aku sudah terlalu berada di titik kenyamanan ini dan aku yakin Dia tak akan merusak kebahagiaan yang kita rasakan sekarang. Begitu aku percayanya dengan Mas Ali bahwa Dia akan menjagaku dengan kondisi apapun yang akan terjadi.
Hari ini tepat tanggal hari kelahiran Mas Ali, Aku diundang Mas Ali untuk makan malam ke rumahnya. Mas Ali memang bukan tipe orang yang suka jalan di luar, Dia lebih suka menghabiskan waktunya di rumah dan kampus. Betapa groginya Aku malam ini, mungkin setelah melewati malam ini Aku akan tahu status Kami, optimisku mengudara.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, Mas Ali ternyata yang ada di depan pintu Aku lihat dari jendela dekat pintu. Ku buka pintu Mas Ali terlihat rapi tak seperti biasanya, wangi parfumnya juga beda.
“Sudah siap?” Tanya Mas Ali
“Sudah mas, Aku juga sudah ijin sama orang rumah kok” Jawabku senang
Aku harap segala pengharapanku tak hanya  seperti asap yang mengudara tanpa bekas. Dengan laju yang cukup cepat Mas Ali mengendari motor matic nya itu. Sesampai di rumahnya Mas Ali, Aku disambut hangat oleh keluarganya terlebih oleh Bunda Mas Ali. Saat acara makan malam hanya candaan dan obrolan sederhana yang kami lakukan. Sesekali keluarga Mas Ali bertanya tentang kuliahku dan aktivitas Mas Ali di kampus seperti apa. Mas Ali memang anak sulung dari tiga bersaudara, adik-adiknya cowok semua. Setelah makan malam usai, Kami duduk santai di taman samping rumah Mas Ali.
“Bagaimana tadi dengan makan malamnya” Tany Mas Ali
“Seru mas keluargamu” Jawabku antusias
“Ya begitulah makanya aku betah di rumah”
“Tanyakan atau tidak ya” Batinku
“Aku antar pulang yuk nanti keburu keamalaman” 
Yah batal lagi, Aku harus mengurungkan niat ku untuk menanyakan kejelasan status Kami. Mungkin malam ini belum ada kesempatan namun lain kali harus ada.
Semakin Aku menunda tentang kejelasan status antara Kita berdua, rasa nyaman itu menjadi-jadi. Aku memang tolol dan bodoh membiarkan rasa ini bertumbuh semakin liar. Entah ini kebetulan atau memang garis Tuhan setiap Aku ingin menanyakan hal ini pasti tertunda dengan banyak kejadi yang di luar rencanaku.
“Kamu belum bilang juga?” Tanya Lina
“Belum, keadaan yang tak mendukungku”
“Kau saja yang tak bisa tegas untuk memilih”
Aku hanya terdiam, mungkin benar kata si comel kalau aku tak bisa tegas dengan perasaanku sendiri. Aku cuma takut tak bisa menerima kenyataan kalau yang ku alami sekarang hanyalah setengah hati. Ya aku memang tak mau kehilangan Mas Ali, Aku sudah dibuat nyaman dengan kebodohan yang ku perbuat sendiri. Aku hanya berharap semoga Mas Ali mampu sadari perasaan apa yang menampar Aku sejauh ini.
Pukul 17.00 saat itu Aku menunggu Mas Ali di cafe dekat kampus, sore inu aku harus tegas pada perasaan ini. Aku tak mau tepenjara dalam kebodohan terlalu dalam, ku hela nafas panjang saat Mas Ali menghampiri mejaku. Senyumnya bagai bunga di musim semi, indah tapi Aku takut memetiknya.
“Ada apa Sari? Tumben nongkrong sore hari” Tanya Mas Ali sambil membolak balik buku menu
“Mas pesan dulu saja” Jawabku menghela nafas
“Baiklah sepertinya ini sangat penting”
“Mas, Aku ingin menyudahi ini semua”
“Kenapa? Apa aku mengganggumu” tanya Mas Ali tak paham dengan apa yang aku ucapkan
“Bukan Mas, Aku tak nyaman dengan apa yang terjadi diantara kita” Aku meninggalkan Mas Ali dengan secarik kertas yang sudah ku tulis dari semalam.

Mas Ali maaf kalau aku menyukai mas, tapi aku terlalu bodoh karena aku terlalu tenggelam dalam rasa yang ku buat sendiri. Aku egois mas menyimpulkan semuanya hingga aku berasumsi kalau mas juga memiliki rasa yang sama denganku. Terimaksih mas telah memberiku sedikit pengharapan yang buat ku tersiksa. Lebih baik aku pergi dan mengulang lagi bahwa aku hanya mahsiswamu bukan teman dekatmu” isi dari kertas itu. Ali hanya terdiam pilu dan meremas kertas tersebut.

Berada di keberadaan yang tak menjadi Pulangku itu melelahkan.

Selesai.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar